Minggu, 14 April 2013

Mengenal jenis sumber bahaya dan menanggulangi resikonya di tempat kerja

Seringkali di dunia industri manapun ada semboyan "safety first" ataupun "utamakan keselamatan" di tempatkan di sudut-sudut strategis khususnya di area operasional produksi. Mempertahankan tingkat keselamatan adalah pekerjaan tanpa penyelesaian dan rekor keselamatan kerja seperti menjaga telur di ujung tanduk tidak pecah selama mungkin. Bahkan aturan-aturan dan standar keselamatan ditulis dengan "DARAH" para korban kecelakaan, ada semacam ironi ketika terjadi kecelakaan maka akan dicari sebab dan cara menanggulanginya agar tidak terjadi lagi kemudian hari yang secara kumulatif cara-cara tersebut menjadi prosedur yang baku dan terus diperbaiki, seringkali oleh kasus-kasus kecelakaan baru.

Untuk mencegah agar diri tidak turut mengisi skor kecelakaan kerja adalah penting untuk mengenal sumber bahaya dan menutup "lubang" itu agar orang lain tidak terperosok lebih parah. Adapun sumber - sumber bahaya bisa dari internal maupun eksternal 

1. Bahaya internal
Bahaya yang berasal dari diri pekerja itu sendiri. Telah banyak dilakukan studi dan penelitian mengenai penyebab kecelakaan, utamanya terjadi karena faktor perilaku yang bersangkutan. Tapi ini bukan berarti kesalahan pribadi si korban, meski ini memang cara paling gampang mencari kambing hitam adalah dengan cara menyalahkan si korban. Faktor perilaku tidak aman disebabkan ketidaktahuan, ketidak-kompetenan, kondisi fisik-psikis dan sikap si korban. Faktor ketidak-tahuan bisa diatasi dengan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan, faktor ketidak-komptenan bisa diatasi dengan proses rekrutmen yang baik sedangkan faktor kondisi fisik-psikis diantisipasi dengan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pengawasan melekat oleh atasan/supervisornya langsung. Dan yang terakhir adalah faktor perilaku perlu diatasi dengan penindakan yang terukur pada setiap pelanggaran. Jika perlu diberikan penghargaan /award untuk merangsang kesadaran peduli keselamatan kerja.

2.Bahaya eksternal
Bahaya yang berasal dari lingkungan luar diri pekerja. Sumber bahaya eksternal ada dua macam, yaitu yang bisa diintervensi dan yang tidak bisa diintervensi. Bahaya yang dapat diintervensi dapat dikurangi dengan proses safety engineering dengan proses sebagai berikut :
  • Eliminasi : menghilangkan sumber bahaya, contoh : mengganti kampas rem mobil yang habis, mencabut kabel yang tidak terpakai, menimbun lubang galian, memasang handrail pada platform yang tinggi dll
  • Subtitusi : menggantikan sumber bahaya dengan yang lebih aman, contoh : menggunakan fiber optik untuk menggantikan kabel instrumentasi atau mengganti gas instrument dengan air instrument yang tidak bisa terbakar di area plant
  • Administratif : membatasi interaksi atau kontak langsung dengan sumber bahaya, contoh : wajib memakai alat pelindung diri di area plant
Bahaya yang tidak dapat diintervensi adalah bahaya yang berasal dari alam seperti hujan badai, gempa dll. Untuk bahaya yang tidak bisa diintervensi tidak ada cara lain kecuali "sedia payung sebelum hujan"





Kamis, 14 Maret 2013

Bagaimana mengukur progress dengan earn value analysis

Mirip dalam dunia instrumentasi dimana pengontrolan berkaitan dengan pengukuran. Dalam dunia project management pengontrolan sebuah proyek juga berkaitan dengan pengukuran. Ada dua hal yang menjadi concern project manager dan project control engineernya, yaitu cost dan progress, itulah yang diukur selama proyek berjalan. Jika pengukuran cost bisa dilakukan dengan melihat seberapa banyak dana anggaran yang terpakai dan yang tersisa, maka bagaimanakah pengukuran progress itu sebaiknya?

Pentingnya pengukuran progress, hal ini bisa mengambarkan bagaimana kondisi aktual dengan apa yang ingin dicapai dalam konteks keseluruhan proyek, menjadi penanda kapan proyek bisa diselesaikan (maju, tepat atau terlambat pada schedule).  Untuk pekerjaan fisik yang terdefinisi jelas, amat mudah mengukur progress pemasangan batu bata atau jumlah joint welding tinggal dibagi volume total yang ingin dicapai dan dengan memperhitung laju produksi rata-rata, estimasi waktu penyelesaian akan lebih mudah ditentukan dan pengontrolan bisa difokuskan pada laju produksi bisa dipertahankan, dipercepat atau malah dikurangi tergantung pada "requirement"nya.Singkat kata tidak mungkin dilakukan pengontrolan tanpa dilakukan pengukuran. Bagaimana dengan pekerjaan yang tidak terdefinisi dengan jelas, semisal proses perencanaan dan rekayasa atau proyek rekayasa perangkat lunak. Pekerjaan yang bersifat knowledge tidak bisa diukur secara fisik sehingga tidak bisa menyebutkan angka pasti mengenai kualitas dan kecepatan produksi hasil karya seorang engineer ataupun programmer. Untuk itu diperlukan toleransi yang lebih banyak ketika mempresentasikan prosentase progress

Dari paragraf pertama disebutkan pengukuran proyek bisa dari dua hal cost dan progress. Akan didapatkan gambaran lebih baik mengenai kondisi jika kita bisa membandingkan antara progress dengan ketidakpastiannya dengan cost yang seharusnya bernilai pasti, kecuali ada transaksi fiktif yang sulit dibuktikan hehehe... .Cara ini dinamakan earn value analysis dan bagaimana mengaplikasikan metode tersebut.

Beberapa istilah penting dalam metode earn value analysis

  1. cost variance : perbandingan antara biaya terhadap pekerjaan yang diselesaikan
  2. schedule variance : perbandingan antara rencana dengan pekerjaan yang diselesaikan
  3. BCWS (budgeted cost of work scheduled) : anggaran untuk setiap pekerjaan yang direncanakan dalam istilah lain disebut commited cost
  4. BCWP (budgeted cost of work perfomed) : anggaran untuk pembayaran pekerjaan yang diselesaikan
  5. ACWP (actual cost of work perfomed ) : nilai biaya yang telah dibayarkan untuk pekerjaan yang diselesaikan

dengan mengkombinasikan antara variansi budget dengan variansi pelaksanaan, maka seorang project manager akan mendapatkan gambaran yang lebih baik dan memungkinkan deteksi masalah dan melakukan corrective action sedini mungkin.

Istilah-istilah penting
  1. cost variance = BCWP - ACWP
  2. schedule variance = BCWP - BCWS
  3. variance = segala penyimpangan dari rencana

Rabu, 13 Maret 2013

Salah kaprah mengenai manajemen proyek

1. Bukan sekedar "scheduling"

Banyak yang menganggap project management adalah pengaturan urutan-urutan pelaksanaan proyek. Memang kecepatan dan ketepatan penyelesaian proyek adalah salah satu point plus dari kesuksesan project manager dan timnya. Salah kaprah ini semakin didorong dengan penggunaan software scheduling semacam Microsoft Project yang sangat populer di kalangan project manager ataupun project control. Tujuan inti pelaksanaan proyek adalah menyelesaikan masalah tanpa meninggalkan masalah. Project management berkaitan pula dengan cara pelaksanaan yang aman, penggunaan biaya dan sumber daya yang terukur, kualitas yang dapat diterima dan terjamin, laporan pertanggung jawaban atas pelaksanaan yang kredibel.

2. "One man show" project

Apakah bisa suatu pekerjaan yang dikerjakan satu orang disebut project manajemen. Kita tahu secara definisi dapat dikatakan proyek jika memiliki sifat berikut : punya waktu kapan dimulai dan rencana penyelesaian yang tertentu, punya tujuan dan lingkup kerja yang spesifik dan tidak berulang, maka pekerjaan tersebut bisa disebut proyek. Akan tetapi ketika seseorang hanya menyelesaikan proyeknya sendiri tersebut dia tidak perlu punya jalur kritis, bahkan mungkin semua adalah jalur kritis disebabkan semua harus dikerjakan satu-persatu tidak mungkin dia bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan secara bersamaan, kecuali seseorang bertangan "sepuluh". Konsep manajemen proyek yang umum adalah bagaimana berbagi tugas dan kemudian mensinergikan tugas-tugas tersebut untuk menyelesaikan satu proyek.

3. Tugas seorang project manager

Ada semacam pandangan bahwa project manager adalah "all know", sehingga seseorang yang dalam posisi itu harus tahu segalanya tentang proyek dan masalahnya. Mungkin dalam proyek kecil, seseorang pimpinan masih bisa mengawasi seluruh pekerjaan anak buahnya dan terjun langsung menyelesaikan setiap masalah, tapi dalam organisasi yang besar (tentu dengan proyek yang besar) akan diperlukan suatu sistem atau tata cara mengenai delegasi tugas dan pemeringkatan tanggung jawab. Jadi apa seharusnya apa dan bagaimana tugas project manager itu? mohon pencerahan dari pembaca sekalian

Selasa, 12 Maret 2013

Critical Path Methode

Crittical Path Methode Adalah project Modelling yang dikembangkan oleh Morgan R. Walker of DuPont dan James E. Kelley, Jr. of Remington Rand sekitar akhir 50an. Kata "critical path' menyangkut pada langkah dalam urutan pelaksanaan proyek atau pekerjaan yang berkait pada pekerjaan sebelum atau sesudahnya.
Tiga teknik dasar untuk mengaplikasikan CPM

  1. Daftar seluruh pekerjaan yang perlu untuk diselesaikan 
  2. Jadwal pelaksanaan seluruh pekerjaan tersebut 
  3. Ketergantungan antar pekerjaan tersebut 

dengan proses tersebut kita bisa menganalisa dimana pekerjaan yang paling lama menyita waktu dan menentukan prioritas pekerjaan "critical" atau "float" tanpa membuat durasi total menjadi bertambah panjang.  

Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja


KESELAMATAN KERJA 
Undang-undang Nomor I Tahun 1970 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 

Menimbang : 
a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
Nasional
b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja terjamin pula keselamatannya
c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien
d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma
perlindungan kerja;
e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Industrialisasi. teknik dan teknologi

Mengingat : 
1. Pasal-pasal 5.20 dan 27 Undang-undang Dasar 1945;
2. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1969 Nomor 35,
Tambahan Lembaran negara Nomor 2912).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

MEMUTUSKAN: 
1. Mencabut:
 Veiligheidsreglement tahun 1910 (Stbl. No.406).
2. Menetapkan :
 Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja

BAB I 
Tentang Istilah-istilah 
Pasal 1 
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1) “Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di
mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam
pasal 2.
(2) Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut.
(3) “Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
(4) “Pengusaha” ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan seseuatu usaha milik sendiri dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan
miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud
pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
(5) “Direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undangundang ini. (6) “Pegawai Pengawas” ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja
yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(7) “Ahli Keselamatan Kerja” ialah tenaga tehnis yang berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undangundang ini.

BAB II 
Ruang Lingkup 
Pasal 2 
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam
wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau
instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau
barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi,
bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah,
gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran, atau terowongan di
bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan;?
d. dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan
kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;???
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam
lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam
bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau
gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena
pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin,
cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang
menggunakan alat tehnis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas,
minyak atau air;
r. diputar pilem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang
memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan-ruangan atau
lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang
bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian
tersebut dalam ayat (2).

BAB III
Syarat-syarat Keselamatan Kerja
Pasal 3
(1) Dengan peraturan perundangan-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk: 
a. mencegah dan mengurangi kecela- kaan; 
b. mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran; 
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; 
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadiankejadian lain yang berbahaya; 
e. memberi pertolongan pada kecelakaan; 
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; 
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, 
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; 
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, 
peracunan, infeksi dan penularan; 
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; 
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; 
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; 
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; 
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses 
kerjanya; 
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; 
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; 
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan 
barang; 
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; 
r. menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya 
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai 
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan 
baru di kemudian hari. 
Pasal 4
(1) Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam 
perecanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, 
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat 
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. 
(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan 
yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, 
pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian, dan pengesahan, 
pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, 
produksi teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, 
keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum. 
(3) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan 
(2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan 
mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut. 

BAB IV 
Pengawasan 
Pasal 5 
(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai
pengawas kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undangundang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam
melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 6 
(1) Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding
kepada Panitia Banding.
(2) Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lainlainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut
ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8 
(1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,
secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.

BAB V 
Pembinaan 
Pasal 9 
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam semua tempat
kerjanya;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa
tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(1) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama
dalam kecelakaan.
(2) Pengurusa diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.


BAB VI 
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja 
Pasal 10 
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau
pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan
usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan
oleh Menteri Tenaga Kerja.


BAB VII
Kecelakaan
Pasal 11
(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang 
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. (2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) 
diatur dengan peraturan perundangan.


BAB VIII 
Kewajiban dan Hak Kerja 
Pasal 12 
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja;
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agas dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja
serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal
khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat
dipertanggung-jawabkan.


BAB IX 
Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja 
Pasal 13 
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.



BAB X 
Kewajiban Pengurus 
Pasal 14 
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang
berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan
terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.



BAB XI 
Ketentuan-kententuan Penutup 
Pasal 15 
(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16 
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang
ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai
berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 17 
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum
dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang
ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18 
Undang-undang ini disebut “Undang-undang Keselamatan Kerja” dan mulai berlaku pada hari
diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUHARTO
Jenderal T.N.I.
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970.
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ,
ALAMSJAH.
Mayor Jenderal T.N.I.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1970 NOMOR 1.